“I strongly felt that if I looked back now, she would look back as well…,” said Takaki.
Read the review in English: click here!
Andai Terrence Malick membuat anime, pastilah hasilnya akan seperti 5 Centimeters Per Seconds, walaupun ia tak akan mampu menandingi tingkat emosi yang dimunculkan film karya Makoto Shinkai lewat Comix Wave Inc ini. Perpaduan gambar-gambar indah nan lembut serta detail, transisi yang ‘seenak sendiri’, pencahayaan yang soothing, sinematografi yang rapi, ditambah cerita yang kuat dan scoring yang emosional dari Tenmon menjadikan 5 Centimeters Per Seconds anime terbaik yang tidak ditujukan bagi anak-anak.
5 Centimeters Per Seconds: A chain of short stories about their distance, benar-benar mendefinisikan perasaan cinta dengan jarak itu sendiri. Judulnya sendiri diambil dari kecepatan jatuhnya bunga sakura (yang dipercayai); sedangkan kisahnya berlangsung sangat cepat dalam durasi hanya 62 menit yang sangat intense, diceritakan dalam 3 segment yang interrelated mengikuti kisah hidup Takaki Toono melalui 3 masa berbeda: musim dingin masa remajanya, perkembangan teknologi saat beranjak dewasa, dan tuntutan pekerjaan saat ia dewasa, dalam ujian kelopak cintanya.
SPOILER ALERT! Perpisahan Toono dengan sahabat masa kecilnya Akari, saat Akari harus pindah sekolah, ternyata membekas besar di hatinya. Di segmen pertama Cherry blossom, Toono harus berjuang melawan musim salju kejam dalam perjalanannya menemui Akari, karena ia tahu mereka akan dipisahkan lebih jauh lagi. Sebuah perjuangan yang akan selalu ia kenang dalam hidupnya. Setelah perpisahan kedua mereka, kehidupan pun telah berubah. Saat memasuki segmen kedua Cosmonaut, Toono yang sudah lebih dewasa kini dipertemukan dengan seorang gadis yang diam-diam menyukainya, Kanae. Kita diajak untuk menyadari bahwa memang bukan ia lah yang ditakdirkan untuk Toono, karena hatinya masih berada di sisi lain, sembari kita mengikuti hancurnya perasaan Kanae. Di segmen ketiga, 5 Centimeters Per Second, Toono yang kini sudah bekerja dan Akari yang akan menikahi pria lain ditalikan lagi oleh dual narasi yang emosional, dan ditutup dengan scene paling menyakitkan sekaligus paling melegakan dengan diiringi lagu Yamazaki Masayoshi, One More Time, One More Chance yang mengaduk-aduk perasaan.
Sungguh cerita dari ketiga segmen tersebut yang cepat namun didasari oleh sinematografi lambat (a la Terrence Malick) adalah kekuatan film ini, selain juga scoring Tenmon yang paling menyentuh dan emosi pengisi suara yang ‘terasa hidup’ dalam karakter mereka masing-masing. No wonder, penggambaran realis Makoto Shinkai memang menunjang emosi menyaksikan film ini; detail-detail kecil semua diperhatikan dan bahkan penggambaran musim panas, musim dingin, dan musim semi dibuat sangat realistis tanpa meninggalkan ciri khas anime. Semuanya mengarah pada 10 menit terakhir film ini yang amazing sekaligus ‘terbuka’ bagi penonton untuk menyimpulkan.
Meskipun dikatakan realis, namun beberapa adegan di film ini memang masih menunjukkan beberapa metafora yang bisa ditafsirkan apa saja, namun pastinya berhubungan dengan ekskalasi emosi dalam plot. Yang paling jelas pastinya adegan peluncuran roket ke luar angkasa di segmen kedua serta adegan bunga sakura yang berguguran. Bagi saya, keduanya sangat berarti untuk “mencerminkan” tingkat konflik yang ada dalam film (roket, dengan emosi Kanae, sementara bunga sakura, dengan kisah cinta Toono-Akari). Lalu apa makna A chain of short stories about their distance? Film ini memang memanipulasi distance sebagai manifestasi rasa cinta; meskipun selalu jauh, Toono dan Akari terus terikat dalam jalinan cinta yang mereka sendiri tak pahami, sedangkan Kanae, yang meskipun sempat begitu dekat dengan Toono, tak sekalipun merasakan cinta. Yang jelas film ini bukan untuk anak-anak, selain temanya yang romansa, beberapa adegan mungkin akan terasa random dan meninggalkan gap yang membingungkan; apalagi permainan emosi yang kental yang disuguhkan, sangat bukan untuk anak-anak.
Jika ingin menonton anime a la Ghibli Studio tanpa cerita se-fantasy mereka, mungkin 5 Centimeters Per Second akan memberi pengalaman baru menonton anime; bukan hanya dengan gambar-gambar dan sinematografinya yang indah, tapi dengan kisahnya yang sangat berbeda dan menyentuh. Pada akhirnya kata-kata ibu saya ketika saya kecil “nonton film kartun nggak boleh nangis” bisa dibantah dengan meyakinkan.
Leave a Reply