Upstream Color (2013)

Read Time:2 Minute, 2 Second

Tanpa pernah meyaksikan Primer, milestone Shane Carruth, saya (yang nol besar tentangnya) menyaksikan Upstream Color–sebuah film drama “sci-fi” kedua yang disutradarai, diproduseri, diedit, dimainkan, dan scoringnya diisi oleh Shane Carruth sendiri.

Perpaduan shot-shot singkat dengan gambar-gambar yang ajaib a la Terrence Malick serta kisah sepotong-sepotong yang cukup membingungkan a la David Lynch–itulah Upstream Color, yang pastinya bukan film ‘sit back and relax‘. It keeps you frowning the whole time. Bayangkan ada sebuah kisah romansa, konspirasi yang sulit dimengerti, pelajaran biologi, karya sastra Henry D. Thoreau berjudul Walden, babi-babi yang “lucu”, dan sampling musik dari alam: kombinasi yang “hell-no“. Sebagian kisahnya bisa dimengerti, namun sebagian besar Upstream Color jelas susah diikuti (saya bahkan harus menonton dua kali dan berkonsultasi dengan Google untuk memastikan saya paham).

Mungkin ini yang terjadi dalam Upstream Color: Kris (Amy Seimertz) diintoksinasi dengan organisme serupa cacing atau belatung oleh seorang pria yang di credit disebut The Thief (Thiago Martins) sehingga Kris tidak sadar. Kemudian, ia dibuat sibuk dan ditipu habis-habisan lalu ditinggalkan. Ia “ditolong” oleh seorang pria tua yang suka mengambil sample musik, The Sampler (Andrew Sensenig); yang memindahkan organisme di tubuh Kris ke tubuh babi. Kris yang mengalami trauma kemudian bertemu Jeff (yang diperankan Shane Carruth sendiri) dan berhubungan dengannya. Bersama, mereka seolah diterror oleh kekuatan mengerikan yang bahkan mereka tak tahu dari mana–mungkin konspirasi, mungkin kekuatan alam, atau bahkan imajinasi mereka sendiri. Berdua mereka mencoba memecahkan permasalahan super simbolis ini.

Yang jelas, pasti ada maksud yang ingin disampaikan Carruth dengan potongan-potongan gambarnya, namun Upstream Color sebenarnya lebih bebas diinterpretasikan. Saya sendiri menginterpretasikannya sebagai permasalahan sosial yang kerap dialami seseorang dalam kehidupan yang makin “politis”. Namun, sekali lagi, bebas!

Terlepas dari gaya Linch-nya, Upstream Color sangatlah indah. Di suatu bagian, transisi film disatukan oleh potongan-potongan gambar, di bagian lain, transisi disatukan oleh adegan-adegan, namun yang paling keren adalah transisi yang disatukan bebunyian (saat The Sampler sedang meng-compose suatu simfoni), cerdas sekali. Namun, yang paling indah dari Upstream Color adalah efek di balik itu semua, sebuah meditasi berlapis yang menilik ulang hubungan kita dengan orang lain.

Well, pada akhirnya, saya harus mengakui bahwa Upstream Color ada di sebuah batas yang tidak wajar antara absurdity-nya dengan sisi meditatif-nya. Sebuah milestone lain bagi karir Shane Carruth.

TITLE: Upstream Color

GENRE: Drama | Sci-fi

DIRECTOR: Shane Carruth

WRITER: Shane Carruth

CASTS: Amy Seimetz, Shane Carruth, Thiago Martins, Andrew Sensenig

RATING:

7 responses to “Upstream Color (2013)”

  1. Rasyidharry Avatar
    Rasyidharry

    Menurut saya Upstream Color itu garis besarnya tentang bagaimana manusia hidup sebagai bagian dari alam di tengah zaman yang modern ini, tapi selain itu banyak sub-plot lain. Intinya sih nggak jauh beda sama apa yang tertulis di Walden

    1. Paskalis Damar AK Avatar
      Paskalis Damar AK

      saya malah nagkapnya The Thief itu suatu korporasi dan The Sampler itu pemerintah, jadi ya semacam lepas dari mulut macan masuk mulut buaya :p

  2. tysonadhy Avatar
    tysonadhy

    nonton film ini, pas ending baru connect semuannya.. ahahahahaha

    1. Paskalis Damar AK Avatar
      Paskalis Damar AK

      saya malah pas ending tambah bingung :p

  3. 2013: Best of All. | sinekdoks

    […] Upstream Color […]

  4. kendinanti Avatar
    kendinanti

    Saya benar-benar nggak paham film ini tentang apa.. huff.. 🙁

    1. Paskalis Damar AK Avatar
      Paskalis Damar AK

      Ini benar-benar butuh keahlian interpretasi yg dahsyat ini hehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!