Shame (2011)

Read Time:4 Minute, 1 Second

Di tahun 2011, sutradara keras Steve McQueen (Hunger, 12 Years A Slave) menampilkan kolaborator tetapnya, Michael Fassbender dalam sebuah drama menyakitkan tentang kehidupan seks yang abnormal, bersama dengan aktris Inggris yang mengesankan Carey Mulligan dalam Shame. Melalui film ini, McQueen makin mempertegas signature-nya—dalam, detail, dan tidak menyenangkan.

Shame dikisahkan di New York dengan warna-warninya dan detailnya yang mewah–mengikuti kisah Brandon (Fassbender), seorang pria yang kecanduan seks. Bahkan lebih parah lagi; kecanduan ini sangat menyakitkan dan mengerikan–di mana hasrat seksualnya tak pernah bisa terpuaskan oleh apapun. Ironisnya, Brandon adalah seorang profesional lajang yang hidupnya sangat sempurna–tanpa meminta pun gadis mendekatinya, apartemen penuh detail dan segala propertinya mewah, dan ia nampak tak pernah kehabisan uang–membuatnya harus selalu menyembunyikannya sebagai aib dan malu yang besar.

Aib itu makin nyata ketika Sissy (Mulligan), saudarinya datang dan menetap di apartemen Brandon, tanpa pemberitahuan dan tanpa ada jangka waktu yang pasti. Semenjak kedatangan Sissy, emosi Brandon seolah tak tertahankan. Tekanan yang ia terima karena harus selalu menjaga aibnya itu serapi mungkin menjadi beban baginya–beban yang menurut Brandon adalah Sissy sendiri. Sementara itu, sebagai musisi jazz angin-anginan dan dengan kehidupan yang sama tidak menyenangkannya, Sissy pun merasakan tekanan yang sama; namun, ia tetap yakin bahwa status “keluarga” mereka sebagai alasan mereka saling melindungi–suatu hal yang tidak bisa diterima Brandon sampai pada suatu momen tragis, pecahnya emosi di film Shame ini.

Shame ditampilkan dengan sangat lamban dan tone yang kelam. Banyak hal baik yang hanya dibuat eksplisit, namun lebih banyak hal buruk yang ditampilkan on-screen sebagai perwujudan “shame” itu sendiri. Brandon milik Fassbender tidak ditampilkan sebagai seorang flamboyan yang hidup mewah–tapi penonton tahu bahwa memang seperti itulah pribadinya. Dari apartemennya dan semua hak miliknya, penonton sudah tahu gaya hidupnya; dari cara para gadis memandangnya dan mendekatinya, penonton sudah tahu seberapa menariknya dia; dari semua pekerja seks komersial-nya, penonton sudah tahu seberapa banyak uangnya. Namun, tanpa melihatnya bermasturbasi dan bercinta dengan para wanita, penonton tak akan tahu seberapa menyiksanya kecanduan Brandon pada seks. Gaya penyutradaraan McQueen–dengan dialog singkat dan to-the-point serta banyaknya momen sunyi–memberi space bagi detail peran dalam menampilkan pilunya tokoh di Shame. Perpaduan shot dekat dan jauh serta long take-nya yang cantik pun digunakan sebagai alat yang maksimal dalam menampilkan emosi para tokoh dengan aib–yang menjadi kunci film ini.

Namun, tanpa melihat jauh ke dalam detailnya Shame, siapapun sudah tahu bahwa Shame adalah totalitas Fassbender. Ia menggali lebih dalam emosinya dan sering tampil telanjang dalam menjadikan kecanduan Brandon sebagai “rasa sakit” yang nampak bagi penonton. Jika ada waktu mengamati tatapan mata Fass, pasti terlihat jelas seberapa rapuh karakter ini terhadap aibnya–bahkan dari opening scene-nya pun sudah nampak. Fass memang bukan sedang di penjara seperti di Hunger, bahkan ia tidak sedang menjadi manusia buatan tanpa emosi seperti di Prometheus; ia menjadi dirinya sendiri di mata penonton. Sisi luar Brandon adalah Fass–charming, mewah, dan mengesankan; namun, sisi dalam Brandon adalah sesuatu yang lain, yang diperankan Fass dengan sangat “terrific.” Chemistry-nya dengan Mulligan sangat nyata dan terkadang membuat berdesir saat adegannya sangat emosional (seperti adegan “Give me a hug” atau adegan puncak Shame).

Mulligan ber-chemistry dengan baik dengan Fass dan dia bermain dengan baik dalam menampilkan rapuhnya hidup Sissy. Penampilan aktris Inggris ini memang tidak sekalem saat berperan di Drive–tapi memang nampaknya ia masih berperan di zona amannya sebagai seseorang yang butuh penopang. Bukan berarti Muliigan tampil buruk di sini; hanya saja, Fass masih terlalu dominan. Tapi, dalam urusan menampilkan sesuatu yang eksplisit melalui raut muka, ia cukup ahli. Paling menarik tentu saja adalah scene di mana ia menyanyi New York, New York.

Karena kecenderungan Shame menampilkan Fass, karakter lain sedikit tidak berkembang. Tapi kemunculan mereka selalu memiliki arti yang pas–seperti para gadis yang ditiduri Brandon (termasuk pria yang *wtf* dengannya). Yang paling nampak adalah tokoh David (James Badge Dale), bos Brandon yang dibilangnya pervert–yang menjadi pemicu meledaknya emosi Brandon pada Sissy. Kemudian, ada tokoh Marianne (Nicole Beharie), teman kerja sekaligus kencan Brandon yang menunjukkan sisi kehidupan Brandon yang sangat “masa kini”. Tokoh-tokoh pendukungnya dimainkan dengan cemerlang dan porsi mereka pun efektif, sehingga Shame tidak berakhir menjadi film drama kacangan yang terjebak dalam emosi-emosi tanpa ujung.

Shame tidak terasa seperti film erotis tentang kecanduan seks, tapi justru menjadi sebuah studi karakter yang kuat dalam kerangka keluarga dan aib yang susah dibawa. Penyadaran diri Brandon yang cukup ekstrim di akhir adalah muara studi karakter yang saking dalamnya justru mengalir ke ranah kejam. Meskipun dengan tempo yang lambat, McQueen mampu mengarahkannya dengan baik sehingga Shame tampil tanpa boring moment–tentu tetap dibutuhkan kesabaran untuk menontonnya. Steve McQueen tetaplah sutradara berciri khas kelam–itulah Shame.

TITLE: Shame

GENRE: Drama

DIRECTOR: Steve McQueen

WRITERS: Steve McQueen, Abi Morgan

CASTS: Michael Fassbender, Carey Mulligan, James Badge Dale, Nicole Beharie

RATING:

2 responses

  1. Ah seneng banget sama adegan pas Fassbender joging di tengah malam itu

    1. Disyut dalam take panjang–cuman gara2 marah sama Sissy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!