READ THIS REVIEW IN:
Pasca 2 film yang meledak-ledak dalam 3 tahun (sejak 2010), Sylvester Stallone yang gaek belum juga berhenti mengumpulkan rekan sesama geri-actioner tahun 80-an dan 90-an untuk beraksi di The Expendables. Tahun ini, mercenaries kondang ini kembali dengan rekruitan baru dan ambisi yang pastinya lebih besar—dengan formula lama yang sukses meraup jutaan dollar. Namun, apa yang bisa diharapkan dari para “expendables” yang rata-rata sudah berusia 50-60an tahun? Jawaban paling masuk akal: mencoba pensiun seutuhnya dari film action.
Ketegangan (yang diimpor dari golden age film action) memang selalu mengikuti Barney Ross-nya Sly dan timnya (Statham, Arnie, Dolph, Randy, Terry, dsb) saat mereka berusaha menyelamatkan Doc (Snipes) atau menghadapi arm dealer keji yang sekaligus mantan Expendable, Conrad Stonebanks (Mel Gibson). Ketika akhirnya Stonebanks berhasil melumpuhkan mantan rekan Expendable-nya, Ross memutuskan untuk mempensiunkan timnya demi keselamatan mereka. Kemudian ia berkeliling negara untuk mencari rekruitan baru yang lebih muda (Ronda Rousey, Kellan Lutz, Victor Ortiz, Glen Powell) dengan bantuan Max Drummer (Harrison Ford), Bonaparte (Kelsey Grammer) dan Galgo (Antonio Banderas)—rekruitan yang lelucon garingnya gagal “beraksi.” Dengan tim baru yang kini punya anggota perempuan, Expendables menuntut balas.
Plotnya memang nampak “been there, done that.” Namun, jika ada yang salah dengan Expendables 3, pastilah pengulangan formula “kemenangan” (yang berhasil di Expendables 2, dengan set-piece yang gila-gilaan) dikombinasikan dengan rating PG-13. Yang diharapkan dari film ber-ensemble para actioners yang punya rekor membunuh terbanyak dalam sejarah sinema, tentu saja adalah “pemecahan rekor membunuh” mereka dengan eksekusi yang gila-gilaan dan overkill; namun, sutradara Patrick Hughes (Red Hill, calon sutradara remake The Raid) berpikiran lain. Sang sutradara memangkas habis kepuasan berdarah-darah di layar dan membuat Expendables terasa kaku—gagal menghibur dengan aksi dan guyonan one-liner-nya, meskipun punya set-piece-nya yang lebih besar punya potensi. Hasil akhirnya cukup adil: Expendables 3 dapat rating PG-3, namun kehilangan hype fansnya.
Meskipun saya tak terlalu tertarik dengan franchise geri-action ini, saya akui seri kedua dari Expendables masih lebih baik daripada Expendables 3, yang nampak kurang tenaga dan kurang expendable. Meskipun cast di Expendables 3 tak sebesar pendahulunya, nampak jelas bahwa casts yang kali ini terlalu besar untuk ditangani. Plotnya tak memberi keseimbangan bagi para actionernya (Snipes hanya panas di awal lalu tenggelam, Jet Li malah lebih mengkhawatirkan lagi). Pada akhirnya, otot-otot para actioners yang mulai lembek itu “terlihat” berteriak minta istirahat—bisa jadi sebentar, bisa jadi selamanya.
Pameran testosteron ini memang nampaknya perlu clean slate karena formula lamanya tak lagi berfungsi. Dengan rating PG-13 dan lainnya, nampak jelas bahwa para actioner lansia ini tak sanggup lagi berhadapan dengan stunt. Pensiunnya para bintangnya dari film action mungkin adalah solusi terbaik untuk menyelamatkan franchise ini dari kesan usang.
Leave a Reply