Jason Bourne (2016): “Legacy” trilogi Bourne yang urung move on

Read Time:4 Minute, 14 Second

Review Jason BourneYou know his name, menurut tagline-nya. In fact, kita sudah kenal Jason Bourne lewat trilogi dan legacy-nya. Bukan Bourne Legacy, tapi legacy-nya bagi action-thriller modern dengan intensitasnya—perpaduan sekuens aksi yang kilat, teknik editing hip-hop montage serta shaky cam-nya. Tak hanya merestorasi tropes action-thriller, Bourne juga sukses menegaskan diri sebagai salah satu trilogi paling esensial abad ini.

Tentu saja ketika sutradara Supremacy dan Ultimatum, Paul Greengrass menyatakan reuninya dengan Matt Damon untuk kelanjutan kisah Bourne, ekspektasi membumbung tinggi. Meskipun sejatinya kisah pengungkapan jati diri Bourne telah mencapai klimaksnya dengan berakhirnya Ultimatum, tapi toh Jason Bourne masih ingin menggali masa lalu Bourne sedikit lebih jauh.

Read Jason Bourne review in English!

Semuanya dimulai ketika mantan field operative CIA, Nicky Parsons (Julia Stiles) meretas berkas black-ops CIA, mulai dari Treadstone, Blackfriar sampai yang terbaru, Ironhand. Dari situ terkuaklah tabir hitam perekrutan Bourne yang penuh intrik, melibatkan ayahnya. Sementara itu, Jason Bourne (Damon) yang trauma tengah mengasingkan diri di pinggiran Yunani. Berkat informasi Parsons, Bourne pun terseret dalam sebuah intrik rumit yang melibatkan direktur CIA, Robert Dewey (Tommy Lee Jones), seorang tech-savvy, Aaron Kallor (Riz Ahmed) dan agen cyber-specialist, Heather Lee (Alicia Vikander).

Image via themoviedb.org | Tommy Lee Jones, Alicia Vikander

Seolah belum ingin move on dari tema pencarian jati diri, kisah Bourne yang ditulis Greengrass dan Christopher Rouse mencoba mengulik-ulik sisa masa lalu Bourne yang masih bisa dijadikan fuel untuk aksi terbarunya ini. Tapi, alih-alih menghadirkan kisah yang kompleks dan thought-provoking, Jason Bourne terlampau sederhana. Hasilnya, intriknya terasa kosong dan diulur-ulur. Pengaruh hengkangnya Tony Gilroy dari jajaran penulis naskahnya terasa sekali dalam tenure Bourne kali ini.

Satu jam pertama terasa seperti usaha untuk terlihat kompleks, ketika skrip Greengrass dan Rouse mencoba memaparkan hubungan antar karakter yang pada akhirnya harus saling bersinggungan. Minimnya aksi dan banyaknya kesunyian Bourne tak membantunya untuk mengeskalasi jalinan ceritanya. Meskipun didukung tema real-world yang sedang hangat, tentang online privacy dan ketidak percayaan post-Snowden, paparan kisah Jason Bourne tak pernah terasa dalam; semuanya mengambang.

Read Jason Bourne review in English!

Namun, ketika sudah memasuki ranah aksi, kita perlu bersyukur bahwasanya Greengrass sama sekali tak kehilangan sentuhan midasnya. Aksi kejar-kejaran dengan sepeda motor di tengah jalanan Athena yang tengah kisruh terasa sangat intens dan, seperti biasa, well-choreographed. Perpaduan aksi yang kilat dengan cut-cut yang pendek serta pergerakan camera yang kasar makin membuat gereget. Sementara adegan mobil di Las Vegas terlihat terlalu besar untuk berada di franchise ini. Terasa agak over the top, namun, Greengrass tetap piawai dalam menjadikannya sangat intens. Mungkin semua sutradara bisa saja menampilkan adegan kejar-kejaran, namun intensitas dan detail yang luar biasa dari Greengrass tetaplah one in a million, dan itulah modal penting franchise ini (jika terus mempertahankan Greengrass).

Yang mengejutkan, sekuens perkelahian a la CQC yang selalu menjadi ciri khas Bourne justru sangat minimal di sekuel ini. Ada beberapa adegan perkelahian, namun mostly mudah terlupakan; yang cukup mengesankan hanya adegan Bourne menjadi one-punch man di awal film. Bagaimanapun juga, adegan aksi tetaplah jualan utama Bourne selain intrik spionase-nya yang kental; namun, kali ini adegan aksinya tak cukup menggerakkan plotnya untuk sesuatu yang lebih dari sekedar label ‘forgettable.’

Image via IMDb | Matt Damon

Beruntung departemen acting menyimpan banyak gem yang menjadikan Jason Bourne tetap layak dinantikan. Matt Damon mungkin menampilkan Bourne yang lain dari biasanya; Bourne kali ini lebih gusar, lebih pendiam (Damon bahkan hanya punya sekitar 25 lines sepanjang film), dan lebih mekanis. Secara karakter, Bourne yang ini tak banyak mengundang simpati, namun secara penampilan, totalitas Damon memang tak perlu dipertanyakan. Pun, direktur CIA-nya Tommy Lee Jones; secara garis besar, karakternya lebih terasa one-dimensional daripada kompleks, namun Jones sukses menghadirkan sisi uring-uringan pak tua ini dengan pas, mengimbangi diamnya Damon dan pesona Vikander.

Bicara tentang Vikander, karakternya Heather Lee mungkin terlihat seperti Bourne girls (pun intended!) yang tipikal, seperti halnya Franka Potente di Identity dan Supremacy; namun, perlu diakui karakter yang satu ini lebih kompleks dari kelihatannya. Meskipun di awal ia hadir sebagai oposisi Bourne, namun semakin lama motivasinya semakin kabur, dan memuncak di klimaksnya. Vikander pun nampak menyatu dengan kekesalan dan kegeraman agen muda satu ini. Bila ada lanjutan franchise Bourne nantinya, mungkin karakter ini bisa jadi salah satu recurring character atau bahkan bisa jadi pivotnya.

Pada akhirnya, harus diakui bahwa Jason Bourne memang tetap tampil penuh intensitas dengan kombinasi powerhouse Greengrass-Damon-nya; namun, film ini tetaplah yang terlemah dalam konstelasi Bourne (minus Legacy). Posisinya bahkan belum sekuat Identity. Walaupun begitu, semua yang terbaik dari trilogi aslinya masih ditampilkan dengan sempurna, minus substansi kisahnya. Plus film ini punya Vikander yang sukses menyuntikkan energi segar bagi Bourne yang menua.

Jason Bourne (2016)

Action, Thriller Directed by: Paul Greengrass Written by: Paul Greengrass, Christopher Rouse Starred by: Matt Damon, Tommy Lee Jones, Alicia VikanderVincent Cassel Runtime: 123 mins Rated PG-13

IMDb

 

Review Jason Bourne ini disponsori oleh Book My Show Indonesia.

4 responses to “Jason Bourne (2016): “Legacy” trilogi Bourne yang urung move on”

  1. Amelia Avatar
    Amelia

    Sebagai fans berat trilogi ini aku kecewa sih nontonnya. Emang seharusnya ngga perlu dibuat lagi karena bahannya juga udah abis, jadinya terlihat maksa 🙁

    1. Paskalis Damar AK Avatar
      Paskalis Damar AK

      Emang dipaksa kok ini :)) sumpah kesel juga pas tahu plotnya setipis ini zzz

      1. Amelia Avatar
        Amelia

        Padahal bagus-bagus Bourne udah move on. Malah ditarik lagi suruh tubir. Kan kesian. Hhhh.

  2. Jason Bourne (2016) – Review | sinekdoks – Movie Review

    […] Baca review Jason Bourne dalam Bahasa Indonesia! […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!