Suicide Squad (2016): Semoga bukan suicide mission untuk DCEU

Read Time:4 Minute, 47 Second

Review Suicide Squad: Anggap saja DC dan Warner Bros salah mengartikan warisan Nolan lewat trilogy The Dark Knight yaitu atmosfernya yang gelap dan muram (meskipun pendekatannya lebih grounded ke realitas); DC Extended Universe mungkin masih punya secerca harapan lewat Suicide Squad. Tapi, sayang, bukan itu ceritanya.

Sangat ingin rasanya menyukai Suicide Squad sepenuhnya. Dalam dunia penuh film superhero saat ini, ide yang dihadirkan DC sangat segar dan berbeda dari produk studio manapun: Mengumpulkan para penjahat DC untuk mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan jagoan macam Batman atau Superman. Terlebih, sutradara David Ayer menghadirkan kembali atmosfer gelap – kambing hitamnya BvS – dengan twist yang kuat.

Dunia penuh humor urakan yang nyaris mendobrak rating PG-13 dibalut visual yang kontras serta anarkisme yang totalitas seharusnya bisa menjadi jawaban Ayer untuk humor Marvel yang lebih lite. Dunia yang dihadirkan Ayer bagaikan hibrida nihilism a la Deadpool, keunikan Guardians of the Galaxy serta olok-olokan untuk Avengers (atau bahkan Justice League?). Kedengarannya memang sangar, menantang, dan “jahat”… tapi cuma di awalnya. Cuma di permukaan.

Image via IMDb | Will Smith as Deadshot, Margot Robbie as Harley Quinn

Read Suicide Squad review in English!

Ayer memberi skuad-nya perkenalan yang stand out, dan menghadirkan set-up yang menjanjikan di sepertiga awal film. Ternyata, skuad ini dibentuk sebagai wujud concern Amanda Waller (Viola Davis) dengan pertahanan dunia pasca BvS (I mean, pasca kita tahu nasib Superman di film itu). Dengan kecerdasan (or kelicikan?), Waller memanfaatkan para villain yang sudah tertangkap: mantan pembunuh bayaran, Deadshot (Will Smith); mantan psikiater yang jadi pyscho, Harley Quinn (Margot Robbie); perampok bank, Captain Boomerang (Jai Courtney); pengendali api, El Diablo (Jay Hernandez); manusia setengah buaya, Killer Croc (Adewale Akinnuoye-Agbeje); serta arkeolog kesurupan penyihir, June Moon/Enchantress (Cara Delevingne); dengan dipimpin ahli militer Rick Flag (Joel Kinnaman) untuk sebuah misi black ops. Mungkin ini bagian terbaik Suicide Squad, karena setelah ini, semuanya menjadi berantakan.

Coba ingat, Batman v Superman yang “Cuma” menghadirkan dua superhero paling terkenal saja (plus satu tambahan last minute), plotnya convoluted. Suicide Squad yang menghadirkan banyak figur sentral dengan latar belakang yang relatif samar (bagi yang bukan fans DC), tentu Cuma punya 2 opsi: akan jadi se-convoluted BvS atau akan dipenuhi plot hole karena isu latar belakang karakter? Ayer mengambil opsi yang pertama, meskipun ia menghandle-nya dengan lebih baik daripada Snyder.

Basically, Suicide Squad cukup menyenangkan jika tak terlalu convoluted dan dibebani penceritaan yang uneven, kurangnya kedalaman cerita, serta isu motivasi karakter. Pasca memakai plot hole sebagai trigger konflik utama filmnya, Ayer tenggelam di dasar samudera karakter. Banyak storyline yang tumpah ruah begitu saja tanpa koneksi yang proper – dari motivasi Flag untuk menyelamatkan Moone; usaha Deadshot untuk kembali bersatu dengan putrinya; cinta subversive Joker dan Harley Quinn; atau El Diablo yang menahan diri. Terlebih, beberapa karakter tak benar-benar “dikunjungi”, sebut saja Katana, Slipknot dan Killer Croc; sementara lebih banyak lagi pemborosan talenta, sebut saja Captain Boomerang dan Amanda Waller. Ayer tak mampu menghubungkan simpul-simpul tersebut dalam sebuah plot yang holistic dan smooth. Terlalu banyak hal yang ingin diceritakan tanpa fokus; sama persis dengan review ini.

Image via IMDb | Will Smith as Deadshot, Margot Robbie as Harley Quinn

Read Suicide Squad review in English!

Ingat ketika Boomerang menyindir Harley, “Outside, you’re amazing. Inside, you’re ugly”? Dialog itu sebenarnya self-assessment yang paling pas untuk film ini. Semua visual uniknya yang penuh warna neon dipadukan dengan kegelapan yang edgy; semua disain artistiknya, mulai dari kostum sampai production design-nya; serta deretan A-listernya menjadi “outside”-nya. Sementara bagian “inside”-nya penuh plot yang cukup berantakan, dipenuhi adegan aksi yang tanggung serta lelucon-lelucon kasar. Seolah ketegangan dan peperangan moralitas yang biasa muncul di film Ayer (seperti Fury dan End of Watch) sama sekali tak muncul.

Tapi semua ada hikmahnya. Meskipun Suicide Squad convoluted, setidaknya film ini lebih tahu caranya bersenang-senang di banding saudara tuanya di DCEU. Bukan dengan deretan aksi gila-gilaan, namun dengan kegilaan dan kesembronoan karakternya; lewat itulah, skuad ini mencuri perhatian. Dalam hal ini, Harley Quinn jadi yang terdepan – sedari awal dia muncul, dia sudah menggila. Di sisi lain, Deadshot dan El Diablo punya pendekatan yang berbeda dari Harley, tapi mirip satu sama lain – dengan background story yang kelam dan sama-sama punya waktu beraksi yang badass. Bahkan, di titik tertentu, Deadshot seolah diproyeksikan jadi tokoh utama (dengan arc yang mirip Ant-Man-nya Marvel). Paling favorit tentu saha Joker-nya Jared Leto meskipun screen time-nya yang singkat. Dengan role yang spesifik, Joker telah menunaikan tugasnya dengan sakit – sebagai katalis/distraktornya Harley Quinn. Mungkin penampilan Leto tak sekuat Ledger atau Nicholson (karenan memang dia bukan menjadi main villain), tapi Joker yang manipulatif dan penuh cinta yang subversif itu kejadian langka sekali.

Selain menampilkan tokoh-tokoh yang harusnya likable, Suicide Squad juga menghadirkan soundtrack yang luar biasa. Seolah soundtracknya diambil langsung dari mesin waktu. Itu hal yang positif… sampai kau sadar lagunya terus berganti setiap beberapa menit sekali.

Image via IMDb | Jared Leto as Joker

Intinya, Suicide Squad sebenarnya punya build up yang menjanjikan, ditunjang dengan art direction dan soundtrack yang seru untuk ‘menghidupkan’ karakter-karakternya yang admirable. Namun, ketika plot hole yang bertebaran ditambah penceritaan yang tak imbang, kurangnya kedalaman cerita serta isu motivasi karakter, plus plot yang tak fokus menenggelamkannya pelan-pelan.

Semoga Suicide Squad tak se-meta ini. Semoga ia bukan suicide mission untuk DCEU.

Suicide Squad (2016)

Action, Comedy, Adventure Written & Directed by: David Ayer Starred by: Will Smith, Jared Leto, Margot RobbieViola DavisJai CourtneyCara DelevingneJoel Kinnaman Runtime: 123 mins Rated PG-13

IMDb

 

Review Suicide Squad ini disponsori oleh Book My Show Indonesia.

8 responses

  1. Nice reivew. This movie just lacked so much inspiration and direction. I wish, like most fans, that it emulated the first teaser trailer. Ugh.

    1. True that! I can say it just had no direction somehow

  2. Tri Fajar Avatar
    Tri Fajar

    Kurang fokus di misinya. Saat liat trailer, aku pikir ceritanya tentang proyek rahasia pemerintah yg gone wrong karena disabotase Joker. Makanya si Harley diikutkan ke squad, walaupun tak punya kekuatan super tapi dia punya hubungan ama Joker. Trus kenapa Pemerintah gak mau minta bantuan Batman atau Wonder Woman karena takut ketahuan proyek rahasia Pemerintah yg ingin mengendalikan para Meta Human. Dan bila misi gagal maka Pemerintah bisa dengan mudah mengkambinghitamkan Suicide Squad sebagai dalang kerusakan.
    Mungkin kalo Nolan yg jadi Sutradara ceritanya bisa lebih seru.

    1. Plot holenya emang bertebaran ya. Tapi Suicide Squad sebenernya punya potensi utk ngangkat yg tinggi kl aja ditata lebih rapi.
      Ngga yakin Nolan mau betah jadi sutradara ini. Beda dunia :p

  3. Tri Fajar Avatar
    Tri Fajar

    Nolan terlalu realistis, bahkan untuk karakter sefiksi Batman bisa dia bikin realistis. Tapi ini film entah kenapa mirip Batman V Superman, punya potensi besar, memancing buat bikin fan fiction, ceritanya kurang tapi karakter dan tokohnya benar2 kuat. Mirip sama Ben Affleck dan Gal Gadot yg awalnya diragukan tapi akhirnya dipuji.

    1. Castingnya mantap! Itu kelebihan DCEU sekarang ini, ya at least utk hero-nya.

      Daripada Nolan sih gw lebih setuju Affleck jadi sutradara beberapa film DC sih. Or coba sutradara-sutradara Korea macam Bong Joon-ho atau Kim Jee-woon, lebih masuk ke ‘tone’ yg DC mau. Kalau mau dark and gritty (dan gothic), ngga bisa sekedar pakai sutradara ‘fun movies’ Hollywood

    2. Menurut saya yang “buta” sama sekali dengan dunia superhero (baik DC ataupun Marvel). Realistisnya Nolan membuat saya paham jalan ceritanya dari awal, mungkin untuk fan nya komik DC yg sudah tahu latar belakang dsb mungkin kurang suka sama ke-realistisannya. Kerasa sih bedanya nonton batman begins sama BvS.

  4. […] Baca review Suicide Squad dalam Bahasa Indonesia! […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!