Hunt for the Wilderpeople (2016): Upbeat, uplifting, and upgoing reminiscent of Up

Read Time:3 Minute, 14 Second

ReviewHunt for the Wilderpeople yang ditelorkan oleh Taika Waititi, sutradara film mockumentary NZ, What We Do in the Shadows, adalah komedi deadpan yang hilarious dan super menyenangkan, sekaligus juga cerdas dan hangat. Sembari menembus pedalaman Selandia Baru, film ini sukses menjembatani elemen road movie, buddy movie dan generation-gap movie.

Wilderpeople mungkin bukan kisah yang seutuhnya orisinil, tapi ia mampu membuktikan bahwa sebuah kisah been-there-done-that pun tetap bisa tampil optimal jika dikerjakan dengan pendekatan yang tepat. Kisah cross-country New Zealand ini bermula ketika Ricky Baker (Julian Dennison), seorang anak yatim piatu yang bandel, diantarkan oleh petugas Child Care, Paula (Rachel House), ke sebuah farmhouse milik orang tua asuh baru Ricky, Bella (Rima Te Wiata) dan Hec (Sam Neill dari Jurassic Park). Awalnya semuanya tak berjalan lancar bagi Ricky, namun pelan-pelan ia mampu settle in dengan keluarga barunya, terutama dengan auntie Bella, yang penyayang dan memahami “free spirit” Ricky. Itu baru Chapter 1.

Sh*t just got real di akhir Chapter 1 memaksa Ricky mengungsi sendirian dan memutuskan untuk hidup di hutan bersama anjingnya, Tupac. Tak disangka, Hec si pemarah sukses menemukannya; namun, karena suatu hal dan lainnya, keduanya tak bisa lagi kembali ke kehidupan normal. Sementara itu, sebuah kesalah pahaman yang bodoh menyebabkan kepanikan masal berujung pada pencarian orang terbesar di NZ seperti yang tertera di judul film ini.

Storytelling-nya yang inventive embagi kegilaan Wilderpeople ke dalam beberapa chapter. Setiap chapter ditandai dengan satu plot point yang dituangkan dalam permainan kata-kata, sehingga menjadikannya seperti sebuah bookmark. Berbagai momen lucu mulai dari yang ringan sampai yang meledak-ledak dihadirkan dalam kerangka chapter-chapter ini, sehingga konsistensi plotnya terjaga.

READ: Hunt for the Wilderpeople review in English!

Di beberapa bagian, film ini terlihat seperti versi live action-nya Pixar’s Up; namun, tone yang diambilnya berbeda dengan film perjalanan rumah-balon-udara tersebut; mungkin lebih mirip dengan tone novel Wild Pork & Watercress-nya Barry Crump sebagai sumber ceritanya. Waititi sukses menghadirkan chemistry Ricky dan Hec yang ‘menggemaskan’; keduanya terlihat kontras di permukaan, namun semakin jauh keduanya melangkah, mereka menjadi makin saling ‘melengkapi’ bagaikan api dan minyak. Ricky digambarkan sebagai anak bandel yang merefleksikan “jiwa bebas”, namun karakternya sama sekali tidak one-dimensional. Dia kreatif dan berjiwa layaknya penyintas. Terkoneksi dengan karakter Ricky sangatlah mudah; dan dengan koneksi tersebut, lebih mudahlah kita terkoneksi dengan karakter Hec yang lebih dewasa namun cranky. Hec mungkin lebih ‘hillbilly’ bukannya scholar, namun ia sukses bertransformasi menjadi figure ayah yang dirindukan Ricky seumur hidupnya.

Keputusan Waititi untuk menjadikan karakternya grounded mungkin adalah keputusan terbaiknya. Lihatlah karakter Sam Neill, Hec, yang awalnya hanyalah tempelan di latar belakang namun pelan-pelan berprogress menjadi karakter utama yang berchemistry sempurna dengan Julian Dennison sebagai Ricky. Namun, bintang sebenarnya adalah Dennison yang mampu blend in sempurna dengan veteran layaknya Neill dan Rima Te Wiata (Housebound). Rhys Darby punya peran kecil untuk memastikan film ini absurd. Kombinasi karakter unik serta cast yang memerankannya adalah keunggulan utama Wilderpeople.

READ: Hunt for the Wilderpeople review in English!

Dan tibalah saat untuk menyanjung Taika Waititi sebagai masa depan industry perfilman, terlebih yang bergenre komedi. Waititi sukses mencampurkan semua elemen dengan menarik – mulai dari cast-nya yang luar biasa, script-nya yang simpatis, soundtracks yang asyik, serta sinematografinya yang memanjakan mata kita dengan lansekap NZ yang seru – ke dalam sebuah kisah unik dengan pesan yang dalam. Itu saja sudah meyakinkan, bahwa Waititi yang akan menyutradari Thor: Ragnarok dan menulis script Moan adalah filmmaker yang sangat layak ditunggu kiprahnya.

Adorable at worst and majestic at best, Hunt for a Wilderpeople is hilarious, warm and exhilarating. It might look like a reminiscent of Up, but its quality of being upbeat, uplifting and upgoing is like nothing you have seen before. Sulit untuk tidak menyukainya.

[imdb style=”transparent”]tt4698684[/imdb]

Review ini berdasarkan Hunt for the Wilderpeople versi screening BALINALE 2016.

One response

  1. […] BACA JUGA: Review Hunt for the Wilderpeople dalam Bahasa Indonesia! […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!