Snowden (2016): Suplemen penting untuk Citizenfour

Read Time:3 Minute, 35 Second

Review Snowden: Sesungguhnya ada apa dengan Joseph Gordon-Levitt, biopic dan subyek yang pernah digali dalam dokumenter pemenang Oscar? Ia pernah memerankan Phillipe Petite dalam The Walk-nya Robert Zemeckis, yang subyeknya sama dengan pemenang Oscar, Man on Wire. Kali ini, dia melakukannya lagi—memerankan Edward Snowden dalam film terbaru Oliver Stone, yang subyeknya sama dengan pemenang Oscar, Citizenfour.
Edward Snowden, sang subyek, bukanlah sosok yang asing bagi masyarakat modern, terutama yang melek internet. Dia adalah mantan anggota NSA yang memutuskan menjadi whistleblower dan bertanggung jawab atas bocornya informasi tentang surveillance Amerika yang menyalahi aturan privacy; dan karena itu, ia kini menjadi manusia paling dicari di Amerika. Sebagai pahlawan masyarakat namun musuh pemerintah, Ed Snowden adalah subyek yang tak hanya poignant, tapi juga penting untuk dijadikan biopic.
Snowden (2016) – Joseph Gordon-Levitt, Melissa Leo, Zachary Quinto | Image via IMDb
Oliver Stone, sutradara veteran penghasil biopics kontroversial (JFK, Nixon, dan berbagai lainnya) tak tertarik untuk mengkuduskan Snowden maupun mengutuk perbuatannya. Beliau hanya ingin penonton memperhatikan isu yang dihadirkan secara holistik dengan cara menerjunkan diri ke dalam sepatu Edward Snowden. Hasil akhir yang ia tampilkan bak sebuah riset yang mendalam dengan pendekatan naturalistik, yang tak banyak memberi ruang untuk dramatisasi. Di tangan Stone, Snowden bagaikan pensarian dokementer Laura Poitras Citizenfour dengan buku Glenn Greenwald No Place to Hide yang diramu dengan penampilan membius JGL.
Dinarasikan sebagai reenactment pengakuan Snowden (JGL) kepada Poitras (Melissa Leo) dan Greenwald (Zachary Quinto) di Hong Kong; keseluruhan film ini bagaikan behind-the-scene pembuatan kedua referensi tersebut di atas. Alurnya sendiri didasari buku Luke Harding, The Snowden Files, membawa kisahnya seperti thriller spionase yang menyerupai docudrama. Sebagian besar bagiannya mengkover sudut pandang Ed Snowden—yang dipresentasikan lewat flashback dan interaksi interpersonalnya. Ditampilkan tanpa overdramatisasi, ketegangan terus dihadirkan lewat banyak rupa dan momen yang menampilkan bagaimana Snowden bisa menjadi seperti sekarang, bagaimana idealismenya membuat karirnya melejit, bagaimana ia melepaskan semuanya ketika umurnya baru 29 tahun, dan bagaimana ia berinteraksi dengan mentor dan orang terdekatnya.

ALSO READ: Snowden review in English!

Meskipun banyak berhutang kepada framing Citizenfour, Oliver Stone menciptakan universe-nya yang tak berniat sama sekali merevisi sejarah, namun menjelaskan sisi mana yang ia dukung. Meskipun tetap kontroversial, namun Snowden tetap berasa seperti feel-good movie-nya Stone. Tak telalu berat dan tak terlalu obyektif. Durasinya yang 2 jam dipenuhi dengan tension yang digas penuh, walaupun di banyak momen harus direm mendadak dengan menyebalkan.
Snowden (2016) – Joseph Gordon-Levitt & Shaylene Woodley | Image via IMDb
Bagian terbaik Snowden, selain penyutradaraan Oliver Stone, adalah Joseph Gordon-Levitt. Penampilannya sebagai Snowden sangat membius. Secara fisik dan suara, JGL mampu menghadirkan kemiripan; namun ia lebih membius lagi dengan hantaran emosinya yang penuh simpati. Pada akhirnya, ketika Stone menampilkan Snowden yang asli di bagian akhir, transisi antara Snowden a la JGL dan dirinya yang asli tak terlalu landai. Sangat subtil dikarenakan magnetisme JGL yang kuat.
Pada saat yang bersamaan, penampilan JGL juga ditopang oleh rekan cast-nya yang sama baiknya, meskipun sering tertutup oleh karisma JGL. Mulai dari Shaylene Woodley sebagai love-interest Snowden, Lindsay Mills; mentor-mentornya (Rhys Ifans dan Nicholas Cage) sampai ke para jurnalis yang sudah disebutkan di atas, semua castnya bermain efektif.

ALSO READ: Snowden review in English!

Meskipun begitu, Snowden hanya tampil baik dalam aspek cast serta penyutradaraan, selebihnya film ini hanya berkutat pada alur gas-rem yang repetitif, yang mengakibatkan banyaknya momentum yang lolos. Tendensi Stone pada satu pihak juga tak banyak memberi justifikasi pada beberapa plot point. Terlebih, mendekati akhir, tak ada konklusi nyata yang dihadirkan. Sejarah terus berlanjut dan yang Snowden lakukan hanya mengungkap sebagian kecil yang orang sudah tahu (meskipun tak sedetail apa yang film ini hadirkan). Memang bukan kesalahan filmmakernya, namun “unfinished” ending memberikan rasa frustasi, bukannya kepuasan.
Mungkin, ini adalah biopic yang penting dan relevan dewasa ini; setidaknya, ia mampu menghadirkan public awareness yang lebih besar tentang privacy invasion yang dilakukan Amerika. Ini adalah sebuah pesan yang ditempelkan ke dalam film yang kelewat panjang dan kadang melelahkan.

Snowden (2016)

Biography, Drama, Thriller Directed by: Oliver Stone Written by: Kieran Fitzgerald, Oliver Stone Starred by: Joseph Gordon-Levitt, Shailene Woodley, Melissa LeoZachary QuintoNicolas CageRhys Ifans Runtime: 134 mins Rated R
IMDb
Review ini disponsori oleh Book My Show Indonesia.

3 responses

  1. JGL selalu sukses dalam jalanin peran, sayangnya sedikit membosankan kaya Fifth Estate

    1. Bener, banyak moment boseninnya :))

  2. […] BACA JUGA: Review Snowden dalam Bahasa Indonesia! […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!