INK (2009): New Dream Experience You May Not Experience Before

Read Time:2 Minute, 21 Second

Ink (film indie yang disutradarai oleh Jamie Winans), adalah sebuah fairytale modern, yang keluar dari pattern fairytale. Cerita dan visualisasinya gelap, teknik pengambilan gambarnya pun terlalu tajam, dikemas dengan budget minimalis. Jika Anda kehabisan film box office untuk ditonton, mungkin Ink bisa menjadi solusi untuk memuaskan “movielust” Anda. Bukan dengan segala macam tittle-tattle yang disuguhkan film box office, namun dengan premis dan plot serta pace cerita indie, yang memang kurang menjual, tapi cukup segar.

Ink berkisah tentang 2 hal yang berbeda. namun saling intertwined. Yang satu, dunia kita di malam hari, saat manusia tertidur. Saat itulah dua faksi supranatural yang invisible mengambil alih dunia kita untuk membawa mimpi. Makhluk baik, para Storytellers, membawa mimpi indah bagi manusia; sedangkan para Incubi, membawa mimpi buruk yang seburuk-buruknya. Selain itu ada juga makhluk yang bukan keduanya, yang disebut Drifter; salah satu drifter, adalah Ink, yang tega menculik jiwa seorang anak gadis untuk ditukarkan pada para Incubi. Yang kedua adalah kisah Ayah dan Anak, John (Chris Kelly) dan Emma (Quinn Hunchar), yang saling berjuang akan masalah mereka masing-masing, meskipun keduanya tengah tak sadarkan diri. Lantas, bagaimana kah kisah ini bertemu? Itulah yang menjadi “main course” film ini.

Ink memiliki plot yang aneh, mengingatkan kita pada plot Donnie Darko dengan Tangent Universe-nya; hanya saja Ink berurusan dengan mimpi. Dengan budget seadanya, Jamie Winans, sang sutradara, harus memaksimalkan apapun yang ada untuk membuat film ini tetap gurih (sesuatu yang tidak dilakukan sineas jaman sekarang). Dengan deretan karakter yang fancy, menggambarkan pertemuan antara baik dan buruk, layaknya Pan’s Labyrinth, karakterisasi yang unik, serta aksi yang unusual, meskipun tetap saja adegan berkelahi mendominasi.

Selain itu, kita tidak diberikan kesempatan untuk berpihak pada siapapun. Istilahnya, protagonis film ini sangat blur, karena porsi masing-masing tokoh yang tidak balance. Para Storytellers memang makhluk baik, namun tak ada satupun dari mereka yang dominan, serta campur tangan mereka dalam kisah ini sangatlah terbatas. Emma, si anak yang hilang, juga sama pentingnya, namun ia tidaklah menjadi sepenting itu tanpa ayahnya dan Ink. John, ayah Emma, memang berusaha dengan sepenuh tenaga menjaga anaknya, namun pada awalnya ia hanyalah seorang ayah bastard yang tidak punya tanggung jawab sama sekali. Pathfinder, makhluk lain yang dipanggil para Storytellers untuk menemukan Emma, dia hanyalah mediator. Apalagi Ink, ia antara jahat dan tidak baik. Inilah yang membuat kisah ini sulit ditebak. Ditambah lagi sebuah twist kecil di akhir film, yang membuat penonton menelan ludah. What the hell?

Pada akhirnya, Ink memang bukanlah film wajib moviegoers, bukan juga film berstandar tayang yang wajar (meskipun tidak setanggung karya David Lynch), namun Ink mampu memberikan pengalaman baru menonton film indie. In addition, Jamie Winans bisa jadi sutradara yang paling ditunggu aksinya dengan budget yang lebih besar. Rekomendasi kecil untuk menghabiskan liburan.


TITLE: Ink

GENRE: Action | Fantasy | Sci-Fi

DIRECTOR: James Winans

CAST: Chris Soren Kelly, Quinn Hunchar, Jessica Duffy

RATING:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!