Indonesia (bersama 21 negara lain) cukup beruntung bisa menyaksikan Thor: The Dark World satu minggu sebelum rilisnya di AS, jadi dengan sangat bijak, review ini ditulis dengan bahasa Indonesia untuk menghargai teman-teman di AS. Tapi, tetap saja: SPOILER ALERT!
Thor: The Dark World telah membuktikan seberapa gelap kisah si dewa petir pirang ini bisa diceritakan. Meski tidak sedepresif prekuelnya dan tidak segelap The Dark Knight-nya Batman (yang judulnya sama-sama gelapnya), sekuel Thor ini tetap mengusung tone yang muram dengan motif yang dalam. Well, di film ini terlihat jelas bahwa dampak kejadian di Avengers telah mengekskalasi kisah-kisah di Marvel Universe. Setelah Ironman yang mengalami serangan panik di instalasinya yang ketiga, Thor justru mengalami pendewasaan. Well, pendewasaan sepertinya jadi kata yang cocok untuk mendeskripsikan film ini–sebuah penghormatan untuk setiap karakternya.
Thor masih dewa petir yang sama, dengan mjolnir yang sama, namun kini ia telah membuang jauh sifat arogannya (meskipun penyakit keras kepalanya belum sembuh); dan perasaannya pada Jane Foster (Natalie Portman), gadis bumi pujaannya, belum berubah. Pasca menangkap adiknya sendiri, Loki (Tom Hiddlestone), troublemaker licik di Avengers, kini Thor sibuk menjaga keamanan Nine Realms. Sementara, di bumi, Jane ditemani Daryl Lewis (Kat Dennings) dan asisten magangnya, Ian (Jonathan Howard) menemukan suatu anomali gravitasi yang “tanpa sengaja” membuatnya bersinggungan langsung dengan Aether, materi kegelapan kuno, salah satu Infinity Stone (setelah Tesseract) yang merupakan senjata kaum Dark Elves di Dark World. Sementara itu, Malekith (Christopher Eccleston), pimpinan Dark Elves yang telah terbangun dari hibernasinya untuk (1) merebut kembali Aether, (2) membalas dendam pada Asgardian yang telah menaklukan mereka dan menyembunyikan Aether, serta (3) menjadikan Nine Realms penuh kegelapan tepat pada saat convergence, yaitu saat kesembilan realms sejajar.
Keputusan Thor untuk melindungi Jane dan membawanya ke Asgard ternyata memancing Malekith untuk menyerang Asgard. Sayangnya, dalam serangan ini, Frigga (Rene Russo), ibu Thor dan Loki tewas terbunuh dalam aksi heroiknya melawan Kurse-nya Malekith. Di sinilah titik balik semuanya; ketika rencana balas dendam sekaligus penyelamatan Thor ditolak Odin (Anthony Hopkins), satu-satunya cara adalah team-up dengan adiknya, Loki, yang sangat terpukul atas kematian ibunya. Sebuah odyssey pun harus ditempuh untuk mengalahkan Malekith–tak wajar namun epic.
Dari segi plot, The Dark World praktis tidak menyajikan suatu yang baru (kecuali pertempuran interdimensional saat convergence), namun studi karakter menjadi lesatan baru dalam dunia Marvel. Yang paling terasa tentu saja sisi lain Loki yang belum pernah terlihat. Aksi-aksinya memang agak ambigu, tapi tak jarang pula sangat heroik–sebuah titik balik yang dewasa setelah di 2 film sebelumnya selalu menjadi troublemaker. Sikap Loki di sini menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu, porsi yang didapatkan karakter Frigga pun cukup krusial dalam menaikkan tensi film ini. Bahkan, tokoh manusia seperti Daryl yang tetap ceplas-ceplos mendapat jatah romance-nya dengan asisten magangnya Ian dan Erik Selvig justru dipertanyakan kewarasannya dapat menghadirkan l.o.l moment. Seluruh karakter di prekuel Thor dijadikan dewasa dengan smooth pada sekuel ini.
Namun, perlu disayangkan juga musuh Thor kali ini tidaklah lebih bahaya daripada Loki dengan brother issue-nya. Malekith memang terlihat bengis namun tidak benar-benar merepotkan. Jujur, kemunculannya mengingatkan saya akan tokoh General Zod di Man of Steel, kecuali dengan fakta bahwa Malekith tak lebih dari seorang desertir. Dan bukannya mempertanyakan identitasnya, namun di sisi lain, ia juga terlihat seperti Prince Nuada di Hellboy 2, sayang sekali. Padahal, rencana besar Malekith sebenarnya menakutkan dan bahkan bisa diterjemahkan sebagai kiamat, namun ia gagal menampilkannya dengan meyakinkan. Tapi, tunggu dulu, terlepas dari fakta bahwa mjolnir-nya Thor terlalu kuat atau strategi Jane-Selvig terlalu cerdas, praktis pertarungan dengan Malekith hanya terlihat seru saat terjadi overlapping antar dimensi yang epic.
Berbeda dengan tradisi film superhero yang cenderung membuat sekuelnya lebih serius, sutradara Alan Taylor justru membuat The Dark World lebih menghibur dengan sisipan humor–bakat melawak yang sepertinya dipelajari dari Avengers. Di sekuel ini, Daryl masih menjadi karakter yang selalu ditempeli humor. Namun, kini ia tidak sendiri karena peran baru Selvig yang sangat deviant dan kocak. Ditambah lagi kejahilan Loki yang nampaknya belum habis, sampai-sampai ia merubah dirinya menjadi Captain America, sebuah cameo yang tidak diharapkan. Karena itulah Thor: The Dark World sangat menghibur.
Menghibur belum selalu menunjukkan kualitas tertentu. Jika dibandingkan dengan prekuelnya, film kedua ini seolah kehilangan kualitas tertentu; yang paling jelas tentu saja narasinya. Transisi jalan cerita The Dark World terlihat tidak semulus jalan ceritanya–bisa jadi pendewasaan tiap karakterlah penyebabnya. Thor terkadang kehilangan fokus “drama”-nya; kadang beberapa konflik justru terasa tidak terlalu maksimal dan seolah ada di ranah kebetulan. Sebut saja: eksposur Jane terhadap Aether yang terkesan salah takdir dan tak menimbulkan perlawanan berarti. Begitu juga peristiwa convergence yang sedikit di bawah ekspektasi (saya kira akan ada lebih banyak overlap makhluk interdimensional, ternya tidak). Mungkin, perubahan jajaran sutradara dan penulis naskah dari prekuelnya sedikit banyak mempengaruhi carut marut plot The Dark World.
Kualitas lain yang sedikit bermasalah justru adalah terlalu kuatnya eksposur pada Thor dan (a little of) Loki. Akting yang maksimal Hemsworth dan Hiddlestone mampu menampilkan chemistry dalam bromance yang kikuk ini. Sehingga, spotlight jelas diberikan pada mereka. Namun, di situlah permasalahannya; The Dark World seolah justru membuat peran Portman dan Hopkins terasa sangat underwhelmed–bukannya jelek, tapi casts sebesar itu menjadi sedikit redundant dalam epos yang seharusnya bisa jadi lebih hidup.
Pada akhirnya, The Dark World telah membuktikan bahwa meskipun di Dark World, Thor tidaklah terlalu “gelap”. The Dark World tetaplah menjadi sekuel yang menghibur meskipun berada di jalur yang berbeda dengan prekuelnya. Hemsworth dan Hiddlestone pun akan terkenang lewat bromance mereka di sini. Hanya saja, jangan terlalu mengharapkan sensasi yang berlebih saat menyaksikannya. Sensasinya justru akan muncul saat ending berakhir dengan post-credit scene a la Marvel yang DUA kali akan muncul, termasuk cameo Benicio del Toro yang sudah confirm untuk memerankan The Collector dalam Guardians of the Galaxy (a clue to another Marvel franchise) dan satu lagi mungkin clue untuk sekuel Thor lain. So, sit back and relax ’til the very end of this movie.
TITLE: Thor: The Dark World
GENRE: Fantasy | Action | Adaptation
DIRECTOR: Alan Taylor
WRITERS: Christopher Yost, Christopher Markus, Stephen McFeely
CASTS: Chris Hemsworth, Natalie Portman, Tom Hiddlestone, Anthony Hopkins, Stellan Skarsgård, Idris Elba, Rene Russo, Christopher Eccleston, Kat Dennings
RATING:
Leave a Reply