Tiga tahun sebelum membuat Prisoners, Denis Villeneuve sudah bereksperimen dengan film Kanada-Perancisnya yang sama thought-provoking-nya namun berbeda jalur dengan Prisoners. Sebagai sebuah drama penuh teka-teki tentang pencarian di Timur Tengah, yang tak hanya emosional namun juga memiliki salah satu twist paling sentimental; Incendies terus mengejutkan dan memberi perasaan tidak nyaman. Berdasarkan drama panggung Wajdi Mouawad, Incendies menyuguhkan kisah kompleks nan nyata.
Villeneuve dengan cerdas menampilkan Incendies dalam dua kisah yang paralel. Pada awalnya, kisah diceritakan melalui sudut pandang dua kembar dewasa Jeanne (Melissa Desormeaux-Poulin) dan Simon (Maxim Gaudette) yang baru saja kehilangan ibu mereka yang meninggal. Seorang notaris, yang juga bos ibunya ketika masih hidup, membacakan wasiat ibunya kepada mereka. Awalnya semua baik-baik saja saat mengetahui segala kepemilikan ibunya akan dibagi rata; namun, kejutan terjadi saat permintaan yang tak wajar dari ibu mereka dibacakan, yaitu untuk menyerahkan dua surat–satu untuk ayah mereka, yang setahu mereka sudah meninggal, dan satu untuk saudara mereka, yang ternyata pernah ada. Simon tersinggung dengan hal itu, tapi Jeanne merasa harus memenuhi permintaan ibunya. Dengan petunjuk seadanya, Jeanne terbang ke suatu negara di Timur Tengah (yang di sepanjang film tak pernah disebutkan namanya).
Selanjutnya, film berpindah-pindah dari sudut pandang Jeanne dalam pencariannya di Timur Tengah dengan sudut pandang flash back Nawal Marwan (Lubna Azabal), ibu mereka, dari awal kehidupannya sampai di masa peliknya. Kisah hidup Nawal yang ditampilkan sangat nyata dan juga sangat menyentuh. Hidup di masa perang sipil antara umat Kristiani dan Muslim di era ’70an sebagai seorang Kristiani, hidup Nawal penuh intrik hingga kepindahannya ke Kanada. Segala pertalian pencarian Jeanne dan kehidupan masa lalu Nawal menghadirkan puzzles baru, hingga akhirnya Simon terpanggil untuk menemani Jeanne hanya untuk mengungkap rahasia-rahasia yang tak pernah nyaman bagi mereka.
Incendies ditampilkan dengan mengumbar beberapa hal sekaligus: peliknya hidup saat masa perang di Timur Tengah, kisah hidup Nawal yang emosional, serta drama pencarian Jeanne dan Simon yang penuh intrik. Dengan durasi melebihi dua jam, apa yang ingin disampaikan Villeneuve di sini–meskipun cukup banyak–namun tepat sasaran. Meskipun demikian, plot misteri film ini sebenarnya susah-susah mudah untuk ditebak. Fakta demi fakta yang terungkap dapat menjawab teka-teki awal namun menimbulkan teka-teki selanjutnya–sehingga, kita benar-benar harus mengikuti sampai akhir untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana akhir film ini.
Fokus cerita juga berperan penting di film ini. Fokus yang berpindah-pindah sangat efektif untuk mengaburkan misteri utama film ini–berbeda dengan Prisoners yang distraktornya hanya sambil lalu, di Incendies, distraktornya justru adalah sudut pandang lain. Saat kita menikmati sudut pandang pencarian si kembar dan merasa mulai menemukan petunjuk, fokus berpindah ke sudut pandang Nawal yang emosional namun juga mengundang intrik baru. Hal ini terus menimbulkan perasaan tidak nyaman hingga mendekati akhir film, sebuah twist cerdas menyimpulkan kisah ini.
Tentang twist film ini yang ikonis; IMO, ini salah satu twist paling cerdas dan paling meninggalkan perasaan tidak nyaman. Letaknya memang bukan di akhir film, tapi proses menuju ke sana membuat kita benar-benar bersimpati pada para tokohnya. Bisa dikatakan, twist ini bisa dibandingkan dengan twist di Oldboy-nya Park Chan-wook. Beruntungnya, Villeneuve tidak menggurui penontonnya–ia biarkan penontonnya tahu, bahkan sebelum tokoh di filmnya tahu; yang mana hal ini meninggalkan perasaan sangat tidak nyaman.
Kisah Incendies yang kompleks didukung juga dengan visualisasinya yang indah. Film ini menampilkan keindahan dan ketenangan Timur Tengah sekaligus menghadirkan simpati dan kengerian tentang perang di Timur Tengah. Ketegangan perang digambarkan dengan sangat nyata dan sangat emosional–termasuk ada adegan penembakan bus penuh warga sipil oleh kubu yang berseteru. Selain itu, para cast-nya juga bermain dengan sangat brilian dalam drama tanpa “when the good time is” ini. Desormeaux-Poulin dan Gaudette menampilkan insecure-nya para tokoh mereka dalam pencarian mereka termasuk penerimaan tokohnya yang emosional. Tokoh Simon-nya Gaudette memang terlihat konstan seperti pemarah yang seperti itu-itu saja, namun chemistry Gaudette dengan Desormeaux-Poulin mampu menjadikan mereka karakter yang simpatik–tentu saja dengan kebijaksanaan dan kehangatan tokoh notarisnya Remy Girard yang mengeskalasi karakter mereka. Yet, after all, spotlight utama Incendies tentu saja peran emosional Azabal dalam menggambarkan rentang puluhan tahun hidup Nawal yang penuh intrik dan tanpa kebahagiaan. Indah–begitulah peran Azabal digambarkan.
Well, durasinya yang lama mungkin sedikit mengganggu. Namun tumpukan puzzle-nya mampu membuat durasi panjang itu tidak terasa–terlebih dengan twist-nya yang cerdas san sentimental. Jika selama ini, Timur Tengah hanyalah menjadi setting film-film snub barat, dalam Incendies, Timur Tengah menjadi tempat yang indah namun misterius. Incendies menjadi sebuah drama yang tak biasa namun mengesankan–Villeneuve got a swagger.
TITLE: Incendies
GENRE: Drama, Thriller, Mistery, Adaptation
DIRECTOR: Denis Villeneuve
WRITERS: Denis Villeneuve, Wajdi Mouawad (Stage Play)
CASTS: Lubna Azabal, Maxim Gaudette, Melissa Desormeaux-Poulin, Remy Girard
RATING:
Leave a Reply