What the Hell …oween! #4: The Sacrament (2013)

Read Time:4 Minute, 57 Second

Tepat di malam Halloween, terbitlah pula post terakhir dari serial What the Hell …oween! A Collaborative Post persembahan sinekdoks dan hzboy a.k.a. Hestia ini. Masih dengan tema orang-orang yang jauh dari society, kali ini film yang diangkat adalah tentang sekte sesat. Familiar?
Film tentang sekte selalu memberi perasaan haunted yang menyebalkan. Bukan karena praktik sekte tersebut atau tentang brainwashing yang biasanya dilakukan, tapi karena ada perasaan tidak nyaman selalu muncul. Seri terakhir ini akan membahas sebuah film tentang sekte rahasia, The Sacrament — yang merupakan film Ti West paling “sopan” dan mainstream.
So, let’s check Hestia’s take for this!


October moves so fast! Dan tibalah kita pada tulisan kolaboratif terakhir antara hzboy x Sinekdoks dalam What The Hell…oween! Melengkapi ulasan yang sebelumnya, The Sacrament, pilihan film kami pada minggu terakhir ini juga bercerita mengenai orang-orang yang terasing dari society.

How I finally stumbled to this film? The Sacrament jika dilihat dari trailernya sekilas seperti salah satu episode dalam drama Jepang favoritku: TRICK, tentu, tanpa adegan yang mengagetkan (dan juga mirip dengan drama Galileo). Trailernya bisa membuat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Belum lagi ketika iseng googling untuk judul ini, ternyata berdasarkan dari kisah nyata. Jonestown Massacre.

True! Film ini memang terinspirasi Jonestown Massacre, yang sebenarnya bukan 100% massacre juga. Pokoknya ini dramatic reenactment dari sekte-nya Jim Jones yang sudah banyak difilmkan juga.

Kalau berdasarkan sinopsisnya, film ini berkisah tentang dua orang reporter memutuskan untuk ikut serta temannya menuju sebuah daerah yang disebut Eden Parish. Disana ia ingin bertemu sang Kakak yang katanya sudah sembuh dari ketergantungan terhadap narkoba tanpa melalui rehabilitasi medis sekalipun. Berlokasi jauh dari mana-mana, mereka pun ingin tahu lebih dekat apa yang dilakukan di dalam Eden Parish karena katanya, tempat tersebut seperti sebuah utopia. Kelanjutannya bisa ditebak. Apa yang dilihat dari luar tidak sama dengan apa yang terjadi di dalam.

Sebenarnya sinopsisnya sederhana sekali, apalagi kalau sudah menyebutkan: apa yang dilihat dari luar tidak sama dengan apa yang terjadi di dalam. Yang jelas, kita diajak menebak-nebak praktik apa saja yang dilakukan sekte ini dan apa konsekuensi mengikuti sekte ini. Kemiripannya dengan kasus Jim Jones sangat luar biasa; bagusnya, ini diambil dari sudut pandang tokoh fiktif yang sama bingungnya dengan kita penontonnya.

Mungkin aku kali ini akan sedikit jahat dalam mengomentari filmnya. Well, memang cara film ini menarasikan plotnya secara runut tidak membingungkan. Hanya saja, jadinya malah membosankan. Bayangkan saja, ketika di awal-awal, sebelum para rombongan dari kota itu tiba di Eden Parish, aku masih bisa menonton sambil membalas chat. Emosi yang dibangun sejak awal, rasanya kurang kuat. Baik itu emosi untuk rasa penasaran, maupun emosi untuk rasa takut. That thrilled feeling.

Ketika akhirnya film mencapai klimaksnya pun, aku merasa film ini tidak terlalu mencekam. Rasanya masih sama saja. Bahkan untuk beberapa scene yang seharusnya membuat penonton kaget. Film ini juga kurang kuat untuk memberikan gambaran mengapa Jones, yang dipanggil “Father” oleh pengikutnya, melakukan hal tersebut. Hingga pada alasan, apa yang sebenarnya terjadi di Eden Parish, mengapa beberapa mengatakan kalau tempat itu tidak seindah apa yang digaungkan. Background story-nya tidak begitu kuat.

Hesti nampaknya terjebak dalam pace-nya yang super lambat dan sunyi. Memang konsentrasi yang luar biasa diperlukan untuk menonton film ini tanpa terdistraksi maupun tanpa merasa bosan, karena memang substansinya tak dideskripsikan dengan jelas. Ambil silver lining-nya, kita sebagai penonton diajak untuk sebingung dan segundah para kru film yang baru saja hadir dan terjun dalam kejadian di film ini. Ti West tak peduli dengan backstory maupun konklusinya, ia cuma ingin penontonnya merasakan apa yang harusnya dirasakan karakter di filmnya.

Jadi, karena bagiku film ini tidak begitu mencekam, aku sendiri bingung untuk memutuskan bagian apa yang excite me the most maupun bagian which scared me the most. Bagaimana kalau ketika Jones memutuskan untuk berpidato di depan pengikutnya, dan memerintahkan mereka untuk meminum “sesuatu” yang sudah disiapkan itu? Mereka tidak dapat membantah karena tidak ada pilihan. Karena, kalau menolak, konsekuensi yang lain juga sudah menunggu.

Itu scene yang sangat defining sekali! Diambil langsung dari perintah Jim Jones yang maha kontroversial itu, namun mengurangi kompleksitasnya. Ti West mencurahkan semua kesemrawutan di sepanjang filmnya hanya untuk membuat adegan klimaks ini terasa ironis.

Next, menentukan what I like the most rasanya dalam film The Sacrament tidak ada hal yang membuatku menyukai film ini (ups, maaf). Bahkan untuk misterinya sekalipun. Maka, what I dislike the most is kurangnya background story dalam film ini. Aku sendiri penasaran dengan Eden Parish dan Jones dimana dalam kisah nyatanya cukup dijelaskan apa yang terjadi di sana. Penonton selesai menonton The Sacrament bukannya malah merasa lega, malah semakin bingung.

Dari kedua pernyataan ini saja sudah jelas sekali kalau rencana Ti West untuk menjadikan The Sacrament film yang membuat penontonnya sebal. Goal-nya adalah penonton sebal karena mereka tak benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang harus dilakukan ketika semuanya telah berakhir.

Apakah aku membayangkan berada dalam film itu? Tidak. Tapi kalau misal aku adalah salah satu pengikut Jones, mungkin aku menjadi orang yang hanya pasrah saja. Mau lari kemana, memangnya?

Keputusan yang tepat! Sebaiknya jadilah pengikut yang setia dan ter-brainwash dengan sempurna. Karena apa? Setidaknya akhir hidupmu tidak sia-sia (Setidaknya menurut ajaran sang Father).

So, film ini tidak begitu aku rekomendasikan. Kecuali seselesainya menonton, masih mau goggling mengenai Jonestown Massacre. Aku rasa deskripsi mengenai kejadian itu akan banyak membantu memahami film The Sacrament. Maafkan, aku hanya mampu memberikan nilai 1/5

Someone really is falling into trap. Coba tonton film lain yang berhubungan dengan sektarian seperti ini, contohnya: Wicker Man, The Master, Martha Marcy May Marlene, atau Safe Haven dari anthologi VHS-2 untuk tahu betapa ngerinya tergabung dalam sebuah sekte.


So, inilah akhir dari serial What the Hell …oween! yang sudah menemani selama sebulan terakhir. Banyak ups dan downs-nya dalam menjalani collaborative post ini, tapi seriously, ini pengalaman blogging yang seru. Pretty sure this kind of collaboration will return sooner or later, but, in the meantime, Happy Halloween!

4 responses

  1. […] yang sejauh ini masuk ke dalam film horor favoritku (setelah The Exorcist dan The Omen). Terakhir, The Sacrament yang membosankan bagiku Tapi menonton semuanya menyenangkan! Aku jadi punya motivasi untuk segera menyelesaikan to do […]

  2. THANK YOU! mayan lah ya dapet rekomendasi film lagi muehehehe see you on the next collab post!!!

    1. See you on the next collaboration, Hestia!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!