Superhero tanpa kekuatan super? Berkostum hijau? Originally dork? Kick Ass! Sang jagoan kembali lagi setelah vakum selama 3 tahun, masih bersama sidekick-nya, jagoan perempuan berwig ungu Hit Girl (yang lebih cocok disebut Mean Girl, actually). Sekarang mereka kembali dengan casts bernama panjang yang sama, namun dengan permasalahan yang lebih “muda” dan “modern”: the coming-of-age dan status kesuperheroan mereka (hey, bahkan di adaptasi modern, Batman dan Superman juga mengalaminya). Namun, permasalahan paling mendasar yang harus dihadapi Kick-Ass adalah treatment sutradara barunya Jeff Wadlow terhadap kenyataan bahwa Kick Ass telah menjadi franchise baru sekarang ini.
Yang terjadi pada Kick-Ass sebenarnya sederhana, andai penonton bisa menganggap kisah di Kick-Ass 2 ini sebagai chapter yang dipercepat daripada sebuah sekuel. Setelah ending di film pertamanya, sangatlah wajar jika film kedua ini bernada sedikit penyangkalan (seperti film superhero pada umumnya); hanya saja penyangkalan itu justru dialami Mindy (Chloe Grace Moretz, yang makin dewasa) alias Hit Girl pasca tewasnya sang Ayah, Big Daddy di film pertamanya. Mindy memutuskan pensiun sebagai Hit Girl, sementara Dave Lizewski (Aaron Taylor Johnson), sang Kick-Ass justru menginspirasi warga kota dengan untuk menjadi seperti Kick-Ass. Tanpa Hit Girl, Kick-Ass kini tergabung dalam sebuah league of superhero bernama Justice Forever bersama superhero palsu lainnya, termasuk Colonel Stars and Stripes (Jim Carrey) yang adorable. Sayangnya, di tempat lain, Chris D’Amico (Christopher Mintz-Plasse)–mantan Red Mist di film pertama telah menemukan jati diri barunya yang klise sebagai The Motherfucker; dan kini ia tengah membangun sebuah kelompok villain yang besar untuk balas dendam pada Kick-Ass.
Bisa dikatakan, Kick-Ass 2 adalah pencarian jati diri tiga tokoh sentral dari film pertamanya (Dave, Mindy, dan Chris) dengan pace yang cepat. Bahkan, jika ditilik dengan seksama, film kedua ini cenderung menyamakan “fate” ketiga tokoh itu; mulai dari daddy issue-nya sampai status kesuperheroan mereka.
Dari sudut pandang Kick-Ass 2, tokoh Big Daddy-nya Nick Cage di film pertama menjadi sangat memorable, begitu juga tokoh Frank D’Amico, villain sekaligus ayah Chris yang dibunuh Kick-Ass. Daddy issue itu kembali dibawa di Kick-Ass 2 dengan media lain–Dave dengan ayahnya sendiri yang konservatif namun rela berkorban; Mindy dengan Marcus, partner ayahnya yang sangat protektif; serta Chris dengan bodyguard-nya yang dewasa. Hanya saja ketiga tokoh dewasa itu tidak berkembang dengan maksimal di film ini, selain karena kemunculannya yang singkat, namun juga karena ‘eksistensi’ mereka sendiri pada plot cerita yang sangat mudah dilupakan (well, meskipun si bodyguard D’Amico sedikit membangun tokoh The Motherfucker, namun setelah ia mati, apa efeknya? Tidak ada. Lalu, setelah pengorbanan ayah Dave yang heroik, apa efeknya? Balas dendam Kick-Ass? Tidak juga).
Pencarian jati diri di Kick-Ass 2 juga kembali terfokus pada 3 karakter utamanya. Premisnya memang menarik: hubungan Dave dengan Justice Forever, Mindy dengan coming-of-age issue-nya sekaligus musuh barunya–para mean girls di sekolah, dan Chris dengan obsesinya menjadi super villain. Namun, dari ketiga tokoh itu, hanya tokoh Mindy saja yang perkembangannya terasa paling halus dan mengena (Dave terlalu lambat dan Chris terlalu cepat). Kedengarannya malah film ini harus “mengulang” orientasi di film pertama yang sebenarnya sudah sangat mapan (well, sebut saja ini ospek kedua Kick-Ass). Jadi tidak salah jika saya sebut Kick-Ass 2 lebih seperti chapter (yang malah mostly tentang Hit Girl).
Jadi, sepertinya permasalahan utama dalam Kick-Ass 2 adalah perkembangan karakter. Terlalu banyak karakter baru dengan perkembangan yang kurang maksimal. Sebut saja tokoh Colonel Stars and Stripes-nya Jim Carrey yang awalnya berpotensi menyamai karisma tokoh Big Daddy, namun sayang aksinya terbatas (dan singkat sekali), dan berakhir tragis tanpa bekas (yang membedakannya dari Big Daddy). Lalu tokoh Brooke dan mean girls-nya yang awalnya sangat berpotensi menjadi musuh “sepadan” Mindy di dunia Step Up-nya, namun kalah tanpa implikasi bagi jalan cerita. Belum lagi tokoh-tokoh pahlawan maupun penjahat bertopeng yang banyak tanpa perkembangan. Segalanya terlalu singkat bagi karakter non-Hit Girl, itu intinya.
Memang secara plot dan karakterisasi, Kick-Ass 2 terasa begitu ambisius dan terlalu cepat. Namun, Kick-Ass 2 tetap menjadi film yang layak ditonton. Alasan pertama jelas adalah Chloe Grace Moretz yang makin dewasa dan seksi di sini (seriously); emosinya dalam memerankan Mindy begitu tersalurkan sehingga sisi rapuh sekaligus sisi brutalnya bisa mudah ditangkap pemirsa. Mungkin suatu saat, ia akan menjadi seperti Angelina Jolie namun dengan bakat acting. Alasan kedua, tentu saja Aaron Taylor Johnson dengan badannya yang berotot dan bakat quirky-nya yang belum hilang. Namun, jika yang ditunggu adalah perbaikan aksi dari film pertamanya, Kick-Ass 2 justru memberikan lebih: aksi yang lebih brutal (dua kali lebih brutal malah), lebih kejam dan gore, serta lebih tertata. Simak saja aksi Hit Girl menghajar pemalak, atau mobil-mobil polisi terbang dan terbakar dalam serangan The Motherfucker, atau malah tawuran pahlawan bertopeng melawan penjahat-penjahatnya. Sicko!
Kick-Ass 2, IMO, adalah film sit-back-and-relax, jadi memang tidak harus banyak berpikir jika ingin benar-benar terhibur. Lagipula masih banyak hal yang bisa kita tertawakan di film ini, seperti penggunaan media sosial yang masih efektif, latar belakang para tokoh figuran dengan kostum mereka yang geeky, serta anekdot tentang Twilight dan Union J, yang bisa dijadikan bahan tertawaan. Jadi, cara paling mujarab menyaksikan Kick-Ass 2 adalah: anggap saja ini chapter dari frame besar kisah Kick-Ass, duduk santai, lalu berharaplah ini hanya permulaan dari kisah Kick-Ass yang lebih dahsyat di sekuelnya kelak (jika ada).
TITLE: Kick-Ass 2
GENRE: Action | Comedy | Crime | Coming-of-Age
DIRECTOR: Jeff Wadlow
WRITERS: Jeff Wadlow, Mark Millar, John Romita
CASTS: Aaron Taylor-Johnson, Christopher Mintz-Plasse, Chloe Grace Moretz, Morris Chestnut, Jim Carrey,
RATING:
Leave a Reply